Nilai Uang 150 Yang Sangat Berharga
NILAI UANG 150 YANG SANGAT BERHARGA
Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan seorang trainer Kubik
Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan Cukai Tipe A
Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau
menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata
pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:
Pada akhir tahun 2003, istri saya selama 11 malam tidak bisa tidur.
Saya sudah berusaha membantu agar istri saya bisa tidur, dengan
membelai, diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cobaan yang
sangat berat. Akhirnya saya membawa istri saya ke RS Citra Insani yang
kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi dokter
tidak menemukan penyakit istri saya. Kemudian saya pindahkan istri saya
ke RS Azra, Bogor. Selama berada di RS Azra, istri saya badannya panas
dan selalu kehausan sehingga setiap malam minum 3 galon air Aqua.
Setelah dirawat 3 bulan di RS Azra, penyakit istri saya belum juga
diketahui penyakitnya.
Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta
dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada
waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak memakai
sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan
kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya.
Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak
diketahui penyakit apa sebenarnya.
Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri
saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak
Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap
hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa
hari ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”
“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”
“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang
hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri
saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan
penyakit istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto
dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”
“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga
menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti
obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”
Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at.
Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon
kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan.
Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku
dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah
lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah
yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ?
sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan
maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang
aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung
sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu
ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.
Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu
SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas memanggil dan
menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?
JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu istrirahat
saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah
bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,-
saya gunakan untuk jajan.
Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan
maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga
penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian
kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir
tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk
dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak
kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon
ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu.
Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan
istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak ?”
–dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata
yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa
tahun yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, Mama
berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali
mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak
orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan
banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di
kampung kita Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal
namun ketika mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan
diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah
mama siapkan hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama
Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil,
padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan
banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita
Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT
rasanya.”
Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar
penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya
bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”
Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka melalui telephon
ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil
berjanji nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama mama.
Maafkan saya Ma, maafkan saya….”
Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..
Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang
mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah,
ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta
maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama
tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Ma agar cepat sembuh.”
“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan
kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga
semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit
menantu dan istri putraku ya Allah.”
Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih
kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45
wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”
Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata
kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih,
terima kasih dok.”
Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban,
istri bapak terkena infeksi prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak
Jamil untuk mengoperasi cesar istri bapak terlebih dahulu mengeluarkan
janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita operasi agar
lebih mudah.”
Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya
kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf
kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru
mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama
yang seharusnya minta maaf.”
Sahabat …
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua“ (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka: orang yang berpuasa sampai dia berbuka, seorang penguasa yang adil, dan doa orang yang teraniaya. Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
- Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
- Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
Bila kita sebagai orang tua:
- Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
- Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
Tinggalkan Dompet Anda Disini Opss.. Maksudnya Tinggalkan Komentar Anda Disini
Post a Comment