Kisah Ladang Yang Terkena Hama Belalang
KISAH LADANG YANG TERKENA HAMA
Ada salah seorang kakek bercerita kepadaku:
Pada tahun 1374 H, telah terjadi suatu bencana besar, yakni
ladang-ladang yang terletak di wilayah barat laut Buraidah diserang hama
belalang.
Kemudian beliau menuturkan ceritanya:
Setelah mengetahui bencana tersebut akan menyerang ladang kami,
seluruh warga desa kami berkumpul untuk mengadakan musyawarah, sementara
wajah kami nampak murung dan sangat sedih. Di antara kami, ada yang
mengucapkan istirja’ ada pula yang mengucapkan hauqalah,
apa yang masih bisa diharapkan bakal tersisa kalau bencana itu
benar-benar datang melanda ladang-ladang kami. Siapa pun tak bisa
membayangkan apakah yang bakal menimpa ladangnya yang selama
bertahun-tahun telah diolah dan disiram sejak terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, padahal ladang tersebut merupakan sumber
penghasilan satu-satunya bagi kesejahteraan hidupnya bersama anak istri.
Setelah berkumpul, masing-masing orang menyampaikan pendapatnya
meskipun semuanya dalam keadaan cemas. Ada sebagian yang mengusulkan
agar kami bersatu mendatangkan beberapa orang pekerja untuk menggali
sebuah parit di jalan yang akan dilalui belalang-belalang itu. Sedangkan
yang lainnya mengusulkan agar kami pasrah saja, karena bagaimanapun
kita takkan mampu melawan bala tentara Allah. Usul yang kedua inilah
yang disepakati oleh mayoritas para peserta musyawarah. Akhirnya kami
sepakat agar masing-masing membabat tunas-tunas pohon dan benih-benih
yang dimilikinya dan menyimpannya di gudang masing-masing. Adapun
pohon-pohon yang sudah besar dan pohon-pohon yang sudah dikawinkan sejak
sebulan sebelumnya hendaklah ditebang dan diangkut batang-batangnya.
Batang-batang kurma ini biasanya terasa sangat pahit. Selanjutnya,
pelepah-pelepahnya kami timbun agar tidak bisa dimakan belalang.
Tiga hari saja setelah pertemuan tersebut, tiba-tiba bencana itu pun
datang kepada kami. Belalang-belalang itu datang bagaikan
gelombang-gelombang laut, tidak diketahui ujung pangkalnya. Pada saat
itu, kami tidak bisa bicara sepatah kata pun. Semuanya hanya bisa
menyeka air matanya. Sedih melihat betapa dahsyat apa yang dilakukan
oleh bala tentara Allah. Ya, hanya beberapa saat saja, tiba-tiba seluruh
ladang-ladang kami telah luluh lantak, tidak nampak lagi selembar daun
pun yang hijau, semuanya kering meranggas.
14 hari lamanya kami hanya bisa diam di rumah masing-masing. Segala
kegiatan terhenti sama sekali. Pada wajah kami, -baik yang muda maupun
yang tua- terbaca segala kesedihan dan kepiluan.
Namun, tatkala semua itu berlalu beberapa lama, tiba-tiba dari
bekas-bekas yang ditinggalkan oleh bencana itu nampaklah di permukaan
tanah suatu lapisan tebal yang sangat subur. Lapisan itu segera kami
cangkul dan tanami.
Ternyata, subhanallah, Mahasuci Allah Yang Menggenggam segala urusan,
dari sana tumbuhlah apa yang kami tanam dengan pesat dan luar biasa,
kemudian mendatangkan buah yang sangat mengagumkan. Apabila dulu kami
hanya bisa memanen buah setiap empat atau lima hari sekali, itu pun
hanya beberapa buah saja. Akan tetapi, kini kami bisa memanen buah yang
banyak setiap hari, sehingga setiap hari kami dapat mengangkutnya ke
pasar. Adapun dari pohon kurma, Anda dapat melihat kesuburannya. Kami
mendapat penghasilan dari kebun kurma pada tahun itu tiga kali lipat
dari yang biasa kami peroleh setiap tahun sebelumnya. Itu semua bisa
diperoleh dengan mudah dan cepat.
Mahasucilah Allah Yang Memiliki segala urusan, sebelum maupun
sesudahnya. Mahabenarlah Allah Yang Mahaagung yang telah berfirman,
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 19)
Sumber: Buku “Obat Penawar Hati Yang Sedih”, Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah al-Utsaim, Penerbit Darussunnah.
Tinggalkan Dompet Anda Disini Opss.. Maksudnya Tinggalkan Komentar Anda Disini
Post a Comment